
Hikmatut Tasyri’ dipelajari untuk Menguatkan Syari’at
Bantahan terhadap “Pembacaan Baru Atas Al-Qur’an: Go Beyond Text” (Bagian 13)
Ulil melanjutkan: “kita harus membangun kembali kesadaran umat Islam mengenai apa yang dalam tradisi fiqh disebut sebagai “hikmatul tasyri’”, filosofi dibalik legislasi hukum, dengan kata lain aspek-aspek etis dari ajaran agama Islam harus dikemukakan lagi secara lebih persisten dan vokal untuk menandingi kecenderungan-kecenderungan fundamentalis modern yang hendak mendangkalkan pemahaman Islam sebatas atau sebagai ‘ideologi politik” atau sekumpulan ajaran yang harus diikuti begitu saja karena ia merupakan perintah Tuhan” (alinea 8)Ucapan Ulil tadi banyak mengandung kesalahan dan kelemahan:
- Menyebut semangat kembali kepada al-Qur`an dan sunnah sebagai fundamentalis modern, ini tidak kontekstual dan tidak relevan
- Kesadaran umat Islam tentang hikmah tasyri’ tidak pernah mati, jadi
tidak perlu disadarkan lagi tetapi Ulil-lah yang perlu disadarkan
kembali tentang “haqq tasyri’.Allah subhanaahu wa ta’ala berfirman:
وَلاَ تَقُولُوا لِمَا تَصِفُ أَلْسِنَتُكُمُ الْكَذِبَ هَذَا حَلاَلٌ وَهَذَا حَرَامٌ لِتَفْتَرُوا عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ إِنَّ الَّذِينَ يَفْتَرُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ لاَ يُفْلِحُونَ“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta “Ini halal dan ini haram”, untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung.” (al-Nahl: 116)
Dan firman-Nya pula:
اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَا أُمِرُوا إِلاَّ لِيَعْبُدُوا إِلَهًا وَاحِدًا لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ“Mereka menjadikan orang-orang alimnya, dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah, dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putera Maryam; padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” (al-Taubah: 31) - Hikmatut Tasyri’ tidak pernah bertentangan dengan syari’at, bahkan ia dipelajari untuk menguatkan syari’at karena itu ucapan Ulil “untuk menandingi” adalah keliru besar. Kontekstualisasi Ulil bukanlah hikmatut tasyri’ melainkan ibthal al-Tasyri’. Sekali lagi Ulil banyak berbuat makar dan dusta atas bahasa, syari’at, ilmu dan ulama.Syeikh al-Islam menjelaskan “hikmah itu ada dua macam; ilmiyah dan amaliyah. Hikmah ilmiyah adalah berusaha menyingkap rahasia hal-hal yang ada dan mengetahui hubungan antara sebab dan akibat, apakah dibidang syari’at (hukum) maupun penciptaan (taqdir). Sedangkan hikmah amaliyah adalah meletakkan sesuatu sesuai dengan tempatnya.”[1] Kalau kita perhatikan maka kontekstualisasi Ulil tidak masuk dalam kedua macam hikmah tadi; tetapi masuk ke dalam apa yang disebut oleh Ust. Hartono Ahmad Jaiz, “Gatoloco”.
Menurut Ulil, pemahaman di atas tidak etis, tidak benar, tidak baik dan tidak indah. Apakah ini yang disebut dengan hikmatut tasyri’?! Hanya manusia yang tidak mukallaf yang akan menjawab dengan “ya”. Dan yang lebih naïf, konsep-konsep etis gatoloco-nya ini ia atas namakan langsung dari al-Qur`an!!! Al-Qur`an yang mana, yang eksplisit atau implisit?!!!
[1] Al-Sa’idi, Op.cit (1413) hal 217
Sumber :: http://old.gensyiah.com/hikmatut-tasyri%E2%80%99-dipelajari-untuk-menguatkan-syari%E2%80%99at.html
0 komentar:
Posting Komentar