Bantahan terhadap “Pembacaan Baru Atas Al-Qur’an: Go Beyond Text” (Bagian 2)

2. Ulil menyetujui pendapat Prof. Ibrahim Hosen bahwa, “Nash yang qath’i itu harus terbebas dari ta’arrudh aqli (alinea 2)
Perlu diketahui dua hal:
  1. Yang dimaksud dengan “akal” adalah “aql sharih”, akal sehat, akal waras, akal fithri, common sense yang dimiliki oleh semua mukallaf, bukan apa yang disebut sebagai logika, tetapi tidak dibenarkan oleh banyak orang yang berpikiran waras. Kalau yang terakhir ini kita sebut dengan “akal-akalan” yang dalam bahasa Arab disebut Takalluf dan Tanaththu’.[1]
  2. Tidak boleh di dalam al-Qur’an ada yang menyalahi “aql sharih” atau “hiss” (indera), melainkan di dalam al-Qur`an sendiri telah ada pejelasan maknanya. Sebab al-Qur`an dijadikan oleh Allah sebagai obat bagi yang ada di dada dan sebagai pejelas bagi manusia, maka tidak mungkin ada pertentangan dengan “aql sharih”.[2] Adanya ta’arudh antara naql dan akl hanyalah masalah iftiradhiyah (pengandaian) saja, tidak ada realitanya.

[1] lihat al-Sa’di, op.cit hal176-177
[2] Ibid. hal 75-76; lihat pula al-Zunaidi op.cit, 202-203